Selasa, 04 Februari 2014

Menanamkan Pendidikan Karakter Bangsa Adalah Suatu Prioritas

     Mendidik karakter adalah bahasan unik, mengapa unik? 
Karena bahasan ini bisa “lari” kemana-mana bila kita membahas tentang manusia. 
Dan masalah tentang manusia adalah pekerjaan yang tidak ada habisnya, 
dari manusia lahir hingga meninggal banyak kejadian ajaib serta memalukan 
terjadi dalam kehidupannya.
Manusia adalah faktor penting dalam menciptakan kehidupan yang baik. 
Kehidupan yang baik dan sejahtera itu dapat dibentuk dan diciptakan. 
Pertanyaannya bagaimana membentuknya?
Bentuklah dari kebiasaan. Sebagai contoh, di Hong Kong kepadatan lalu lintas 
tidak seruwet di Jakarta, bahkan cenderung sepi dan lenggang. 
Dengan penduduk sekitar 8,8 juta lalu lintas kendaraan di Hong Kong termasuk
lenggang, bahkan hari-hari sibuk juga lenggang. Apa orang hongkong tidak 
memiliki kendaraan? 
Tidak, ternyata di Hong Kong ada 2 kehidupan, kehidupan di dunia atas dan dunia bawah. 
Dunia atas adalah dunia yang saya maksudkan lenggang, tetapi dunia bawah adalah 
jalur subway atau kereta bawah tanah.
Jelas lebih padat aktifitas transportasi di dunia bawah. Hampir semua 
penduduk Hong Kong menggunakan fasilitas ini. Walaupun padat, 
tetapi meraka sangat teratur. Keluar melalui pintu samping kanan dan penumpang masuk melalui pintu samping kiri, rapi dan teratur. Bagaimana ini bisa terjadi?
Ternyata ini adalah proses dari pembiasaan, hal ini sudah di biasakan sejak anak di sekolah dasar, sekolah mengajarkan keteraturan-keteraturan ini sejak usia dini. Mereka dibiasakan untuk melakukan ini, sehingga kelak mereka terbiasa. Para pembaca sekalian, anda tahu berapa waktu yang di butuhkan untuk membentuk karakter seperti ini? Apakah 6 bulan? 1 tahun? Ini butuh proses yang cukup lama dan perlu dibudayakan.
Indonesia memiliki nenek moyang yang ramah tamah dan sangat santun dalam berelasi dengan sesama dan kehidupan kesehariannya. Tetapi mengapa hingga ke belakang (saat ini), nilai itu pudar semua? Australia, suku asli Aborigin, mereka jauh tidak beradap dan jauh lebih brutal dari nenek moyang kita, tetapi kini mereka masuk dalam kategori negara yang sangat teratur dan tingkat kehidupan yang cenderung makmur. Ungkap seorang kawan yang bercerita kepada saya. Teringat juga saya ketika rekan saya lebih tepatnya dosen pembimbing skripsi saya saat pulang dari Australia dan kita bertemu di tahun 2012. Dia bercerita, saat terjadi banjir yang melumpuhkan Brisbane, dosen saya termasuk orang yang beruntung karena dia tinggal di flat yang agak tinggi dan tidak perlu mengungsi. “Orang disana tidak egois, rumah yang masih ada penghuninya saling di datangi, entah mereka kenal apa tidak. Mereka ketok setiap pintu mereka tawarkan bahan makan dan selimut, bertanya apa yang kita butuhkan, mereka saling berbagi dengan mudahnya dan ikhlas”, “apakah itu petugas khusus penanganan bencana yang datang kerumah anda?” tanya saya, “bukan, itu adalah tetangga–tetangga saya yang senasib dengan saya, dan mereka tidak tinggal di pengungsian” merinding saya dengar cerita tersebut. Bagaimana mereka dapat hidup berdampingan seperti itu dan memperlakukan orang lain yang bukan asli Australia seperti itu, tanpa pamrih.
Seandainya kita bisa berlaku seperti negara tetangga kita, indahnya hidup dan kebersamaan ini. Hingga akhirnya saya diberi tahu suatu fakta yang membuat otak saya “kram” sesaat. Ternyata untuk mendidik dan menanamkan sikap seperti di negara tetangga kita itu butuh waktu minimal 16 tahun, secara kontinyu dan konsisten. Dan untuk mendidik anak baca dan tulis serta berhitung tidak lebih dari 6 bulan. Orangtua di Australia, tidak pusing jika anaknya belum bisa baca tulis, karena itu akan dikuasai dalam 6 bulan ke depan, tetapi sikap disiplin dan pembentukan karakter diterapkan sedini mungkin, mereka tahu itu lebih penting dari sekedar baca tulis di usia 3-5 tahun.
Semoga hal ini bermanfaat, dapat membawa pencerahan dan kebaikan bagi negara kita, dan tetap semangat dan majulah pendidikan karakter di Indonesia.
Salam
Timothy Wibowo
Sumber : www.pendidikankarakter.com

Jumat, 24 Mei 2013

Mengelola Stres Dalam Mengasuh Anak




"Kalau boleh saya minta sama Tuhan, terkadang saya ingin kembali kemasa-masa sebelum menikah. Saya tidak dipusingkan dengan repotnya urusan mengasuh anak. Saya benar-benar stres menghadapi kelakuan anak saya. Saya benar-benar  stres meghadapi kelakuan anak saya. Hampir tiap hari ada saja ulahnya. Kalau makan berantakan, mainan tidak dibereskan, rebutan mainan dan berantem sama anak tetangga atau teman disekolah, sering lupa bikin PR, macam-macam....ujung-ujungnya saya pun marah-marah, bahkan sampai pernah memukul anak saya. Habis itu saya menyesal. Tolong saya!"(seorang Ibu yang tidak ingin disebutkan namanya diYogyakarta)


Ayah dan bunda yang baik hati, sebagai manusia tentulah kita pernah mengalami masa jenuh dan lelah dalam melakukan suatu hal termasuk dalam mengasuh dan membesarkan anak kita. Hal ini terutama dirasakan bagi orang tua bekerja yang selain direpotkan dengan urusann mengasuh anak, juga bertanggung jawab terhadap urusan kantor / pekerjaan. Jika tidak diatasi dengan baik, kadang kala tanpa disadari kita justru menumpahkan emosi negatif kepada anak-anak dirumah. Alih-alih menyelesaikan masalah justru kita mengalami dilema yang semakin kusut tak tentu ujungnya.



Ayah dan Bunda yang terkasih, stres merupakan reaksi tubuh pada seseorang akibat berbagai persoalan yang dihadapi. Mengasuh anak bisa menjadi salah satu pemicu stres. Gejala-gejala stres antara lain berupa kelelahan, kemurungan, kelesuan, kehilangan atau meningkatnya nafsu makan, sakit kepala, sering menangis, sulit tidur atau malah tidur berlebihan.

Khusus didalam mengasuh dan mendidik anak-anak setiap orang tua punya cara sendiri untuk mengungkapan stres yang dialami. Ada orangtua yang menjadi lebih pendiam ketika sedang stres, ada orangtua yang menjadi lebih emosional, ada orangtua yang menangis, marah, bertingkah laku konyol atau cemas yang berlebihan saat sedang stres. Ada juga orangtua yang sering pusing  atau selalu merasa dirinya sakit.

Jika hal ini terus berkelanjutan dan tidak ditangani, maka dapat memberikan pengaruh yang buruk, bukan hanya bagi diri sendiri namun juga bagi anak-anak yang diasuh. Reaksi dan tindakan kita pada saat stres dalam megasuh anak dapat ditangkap oleh anak sebuah kemarahan, kebenciann dan hilangnya kasih sayang oranngtua yang meninggalkan trauma bagi anak khususnya dalam berinteraksi dengan orangtuanya.

Ayah dan Bunnda yang dikasihi Tuhan,
Untuk menguatkan diri kita agar tidak mudah stres dalam mengasuh anak sekaligus langkah awal mengantisipasi stres ada beberapa hal yang perlu kita pahami yakni :
1. Kita harus selalu menyadari bahwa kehadiran anak dalam sebuah ikatan pernikahan adalah sesuatu yang ditunggu oleh setiap pasangan. Terkadang ada pasangan yang bahkan melakukan berbagai jenis pengobatan dan terapi ketika belum dikaruniai anak. Cara bersyukurnya adalah dengan berusaha semaksimal mungkin tidak menyakiti anak dalam kondisi apapun, sebab menyakiti anak berarti menyakiti pemberian Tuhan.
2. Usahakan saat berinteraksi dengan anak kita dalam kondisi lapar, haus, lelah, sedih ataupun ngantuk. Situasi-situasi tersebut amatlah mudah memicu stres kita ketika melihat tingkah laku anak yang tidak sesuai dengan harapan. Jika kita mengalami situasi tersebut, lebih baik menghinndar dan serahkan untuk sementara kepada pihak lain.
3. Jujurlah dalam menilai masalah. Jika yang dihadapi adalah masalah kita maka selesaikanlah sendiri. Tak ada salahnya sesaat 'menjauh' atau menngambil jarak dari anak. Usahakan memperoleh udara segar, keluar ruangan, dan sejenak lepaskan pandangan ke sekeliling ayah bunda. Tak dapat dipungkiri prilaku anak yang tidak sesuai dengan harapan kita, menambah tingkat stres yang telah muncul sebelumnya, entah karena faktor  pekerjaan atau masalah lain.
4. Bekerjasamalah dengan pasangan kita dalam mengasuh anak, agar dapat berbagi beban. Hal ini khususnya bagi orangtua yang memiliki jumlah anak yang banyak, serta jarak usia mereka yang berdekatan. Tentulah amat lelah jika menangani semua anak sendirian.
5. Merencanakan waktu bagi kita untuk melakukan aktivitas sendiri yang biasa kita sebut sebagai "Me Time". Hal ini guna mengatasi rasa jenuh dalam mengasuh anak seraya menghibur diri dengan aktivitas yang kita sukai seperti mendengarkan musik atau membaca novel. Sebisa mungkin dalam sebulan kita ada waktu satu hari untuk memiliki "Me Time".
6. Rajinlah menambah pengetahuan khususnya mengenai tahapan perkembangan anak dari berbagai sumber: majalah, koran, radio, televisi, internet, atau berbagi penngalaman dengan orangtua lainnnya. Banyak kasus ketidakmampuan orangtua menangani anak hingga berujung pada stres diakibatkan oleh ketidaktahuan orang tua tentang tumbuh kembang anak dan cara atau kiat-kiat penanganannya.
7. Melakukan analisa atau mencari sebab prilaku anak yang kerap kali  memicu stres kita untuk kemudian menyiapkan langkah antisipasinya. Contohnya, saat anak berebutan mainan maka sejak awal kita sudah mempersiapkan mainan alternatif yang bisa dipakai bersama. Atau prilaku anak yang suka mengotori lantai saat bermain, maka kita bisa menyiapkan alas ditempat anak bermain yang mudah seketika dibersihkan. (Sumber: Buku Orangtua Bintang Anak Bintang)

      



Dampak Stres Terhadap Pengasuhan Anak.



1. Anak merasa tidak nyaman berdekatan dengan orang tua sehingga cenderung pasif dan takut dalam bertindak.

2. Anak belajar bagaimana mengekspresikan perasaan dari kondisi orang tua yang stres. Akibatnya anak suka menendang kalau marah, teriak kalau kesal dan memukul-mukul jika tidak menyukai sesuatu, bisa jadi disebabkanhal tersebut adalah yang biasa dilakukan orang tua di kala stres.

3. Rusaknya ikatan emosional antara orang tua dan anak. Anak cenderung tak bebas mengungkapkan perasaannya sehingga seorong dengan pertambahan usia, anak menjadi "tertutup" dari orang tuanya.

4. Anak merasa tidak betah di rumah dan melampiaskannya dalam pergaulan yang tidak produktif semisal game online dan sejenisnya. Masalah baru pun muncul. (Sumber: Orangtua Bintang Anak Bintang, Bendri Jaysurrahman)

Rabu, 12 Desember 2012

NEGARA DENGAN PENDIDIKAN TERBAIK



Negara Dengan Kualitas Pendidikan Terbaik Di Dunia

Tahukah Anda negara mana yang kualitas pendidikannya menduduki peringkat pertama di dunia? Bukan Amerika dengan Harvard-nya, bukan Jerman atau Perancis, atau juga Indonesia dengan ITB-nya…
Negara itu adalah FINLANDIA ! Negara dengan ibukota Helsinki (tempat ditandatanganinya perjanjian damai antara RI dengan GAM) ini memang begitu luar biasa.
Peringkat 1 dunia ini diperoleh Finlandia berdasarkan hasil survei internasional yang komprehensif pada tahun 2003 oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Tes tersebut dikenal dengan nama PISA (Programme for International Student Assesment) mengukur kemampuan siswa di bidang Sains, Membaca, dan juga Matematika.
Hebatnya, Finlandia bukan hanya unggul secara akademis tapi juga menunjukkan unggul dalam pendidikan anak-anak lemah mental.
Ringkasnya, Finlandia berhasil membuat semua siswanya cerdas. Lantas apa kuncinya sehingga Finlandia menjadi No. 1 di pentas dunia?
Dalam masalah anggaran pendidikan Finlandia memang sedikit lebih tinggi dibandingkan rata-rata negara di Eropa, tapi masih kalah dengan beberapa negara lainnya. Finlandia tidaklah menggenjot siswanya dengan menambah jam-jam belajar, memberi beban PR tambahan, menerapkan disiplin tentara, atau memborbardir siswa dengan berbagai tes.
Sebaliknya, siswa di Finlandia mulai sekolah pada usia yang agak lambat dibandingkan dengan negara-negara lain, yaitu pada usia 7 tahun, dan jam sekolah mereka justru lebih sedikit, yaitu hanya 30 jam perminggu. Bandingkan dengan Korea, ranking kedua setelah Finlandia, yang siswanya menghabiskan 50 jam perminggu.
Apa gerangan kuncinya?
Ternyata kuncinya terletak pada kualitas guru. Di Finlandia hanya ada guru-guru dengan kualitas terbaik dengan pelatihan terbaik pula. Profesi guru sendiri adalah profesi yang sangat dihargai, meski gaji mereka tidaklah fantastis.
Lulusan sekolah menengah terbaik biasanya justru mendaftar untuk dapat masuk di sekolah-sekolah pendidikan, dan hanya 1 dari 7 pelamar yang bisa diterima. Persaingannya lebih ketat daripada masuk ke Fakultas Hukum bahkan Fakultas Kedokteran!
Jika negara-negara lain percaya bahwa ujian dan evaluasi bagi siswa merupakan bagian yang sangat penting bagi kualitas pendidikan, Finlandia justru percaya bahwa ujian dan testing itulah yang menghancurkan tujuan belajar siswa. Terlalu banyak testing membuat kita cenderung mengajarkan kepada siswa untuk semata lolos dari ujian, ungkap seorang guru di Finlandia.
Pada usia 18 tahun seorang siswa mengambil ujian untuk mengetahui kualifikasi mereka di perguruan tinggi, dan dua pertiga lulusan melanjutkan ke perguruan tinggi.
Siswa diajar untuk mengevaluasi dirinya sendiri, bahkan sejak Pra-TK!
“Ini membantu siswa belajar bertanggungjawab atas pekerjaan mereka sendiri”, kata Sundstrom, kepala sekolah di SD Poikkilaakso, Finlandia.
Siswa didorong untuk bekerja secara independen dengan berusaha mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Suasana sekolah sangat santai dan fleksibel. Adanya terlalu banyak komando hanya akan menghasilkan rasa tertekan, dan mengakibatkan suasana belajar menjadi tidak menyenangkan.
Kelompok siswa yang lambat mendapat dukungan intensif. Hal ini juga yang membuat Finlandia sukses.
Berdasarkan penemuan PISA, pada sekolah-sekolah di Finlandia sangat kecil perbedaan antara siswa yang berprestasi baik dan yang buruk dan merupakan yang terbaik menurut OECD. Remedial tidaklah dianggap sebagai tanda kegagalan tapi sebagai kesempatan untuk memperbaiki.
Seorang guru yang bertugas menangani masalah belajar dan prilaku siswa membuat program individual bagi setiap siswa dengan penekanan tujuan-tujuan yang harus dicapai, umpamanya: Pertama, masuk kelas; kemudian datang tepat waktu; berikutnya, bawa buku, dan lain sebagainya. Kalau mendapat PR siswa bahkan tidak perlu untuk menjawab dengan benar, yang penting mereka berusaha.
Para guru sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan siswa mereka. Menurut mereka, jika kita mengatakan “Kamu salah” pada siswa, maka hal tersebut akan membuat siswa malu. Dan jika mereka malu maka ini akan menghambat mereka dalam belajar.
Setiap siswa diperbolehkan melakukan kesalahan. Mereka hanya diminta membandingkan hasil mereka dengan nilai sebelumnya, dan tidak dengan siswa lainnya.
Setiap siswa diharapkan agar bangga terhadap dirinya masing-masing. Ranking hanya membuat guru memfokuskan diri pada segelintir siswa tertentu yang dianggap terbaik di kelasnya.

Selasa, 11 Desember 2012

All about AL FIIS

SD AL Falah Integrated Islamic School adalah sekolah pertama yang menjadi pioner dalam melaksanakan kurikulum terbaru 2013, walau demikian kami telah melaksanakan satu tahun sebelumnya.

Dengan model kurikulum terpadu dimana semua mata pelajaran dipadukan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya dengan basis Project memungkinkan siswa untuk dapat mengaktualisasikan kemampuan dirinya untuk membangun sebuah konsep knowledge tanpa beban pelajaran yang banyak yang selama ini telah terjadi di semua sekolah terutama pada jenjang Sekolah Dasar.

Gambar1. Saat Open House ALFIIS

Sekolah Dasar merupakan Pondasi awal dalam membangun Konsep pengetahuan. SD AL FIIS, mengutamakan siswa siswinya matang konsep Bahasa dan Logical Matematik dengan dikemas sedemikian rupa membuat para siswa merasa enjoyful dan Fun.
SD ALFIIS dalam mencapai hasil pendidikan yang optimal dan sesuai dengan tujuan pendidikan Nasionaql yaitu membentuk generasi yang cerdas dan berakhlak mulia, Maka dibutuhkan Model pendidikan yang terpadu dan holistic. Guna mewujudkan hal tersebut, Sekolah Dasar AL-Falah Integrated Islamic School (SD - AL FIIS) mengembangkan serta menggunakan ISLAMIC Model.
ISLAMIC Model merupakan strategi pengembangan pendidikan dengan mengoptimalkan seluruh kecerdasan siswa dengan pendekatan, Metode dan Evaluasi Penilaian Pembelajaran berbasiskan karakteristik siswa dengan bahasa lain ISLAMIC Model adalah Sekolahnya Manusia. Sekolah Manusia adalah sekolah yang mengedepankan proses pembelajaran dengan memperhatikan semua kecerdasan peserta didik (Multiple Intelegences), mengembangkan kurikulum berbasis kompetensi yang komprehensif yaitu kurikulum yang mendidik siswa dalam ranah kognitif, psikomotorik dan afektif. Adapun yang dimaksud ISLAMIC Model adalah:

  • Integrated
  • Student centered
  • Learning style
  • Active
  • Multiple Intelligences
  • Cooperative